A.PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK di
SEKOLAH DASAR
1.Perkembangan
dalam Sikap Kognitif
Perkembangan Kognitif adalah perkembangan kemampuan (kapasitas)
individu untuk memanipulasi dan mengingat informasi, sedangkan menurut Peaget
(dalam Sanrock 1995:308),perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik,
yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem
syaraf.
Anak usia SD masih memasuki tahap perkembangan yang
sangat pesat. Berbagai otot dan tulang mengalami penguatan sehingga anak
cenderung aktif dalam melakukan kegiatan fisik seperti bergerak, berlari, dan
tidak pernah diam ditempat. Secara kognitif, pemikiran anak SD sedang mengalami
pertumbuhan sangat cepat. Pada usia dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi
rangsangan intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut
kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti membaca, menulis, dan
menghitung).
Sebelum masa ini, yaitu masa prasekolah daya pikir anak
masih bersifat imajinatif, berangan-angan atau berkhayal, sedangkan pada usia
SD daya pikir anak sudah berkembang kearah berpikir konkret dan rasional. Dalam
rangka mengembangkan kemampuan anak, maka sekolah
dalam hal ini guru, seyogyanya memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengemukakan pertanyaan, memberikan komentar atau pendapat tentang materi
pelajaran yang dibacanya atau dijelaskan oleh guru.
Pada saat duduk di sekolah dasar, dalam perkembangan
kognitif menurut Piaget masa ini berada pada tahap operasi konkret, yang
ditandai dengan kemampuan, yaitu:
1.
Mengklasifikasikan (mengelompokkan) benda-benda
berdasarkan ciri-ciri yang sama.
2.
Menyusun atau mengasosiasikan (menghubungkan atau
menghitung) angka-angka atau bilangan.
3.
Memecahkan masalah (probelm solving) yang sederhana.
Dalam upaya memahami alam sekitarnya mereka tidak lagi
terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari panca indera, karena anak
mulai mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata denga
kenyataan sesungguhnya. Dalam masa ini, khusunya dikelas-kelas tinggi, kelas 4,
kelas 5, dan kelas 6, anak telah mengembangkan 3 macam proses yang disebut
dengan operasi-operasi, yaitu:
1.
Negasi (negation), yaitu pada masa kongkrit operasional,
anak memahami hubungan-hubungan antara benda atau keadaan yang satu dengan
benda atau keadaan yang lain.
2.
Hubungan Timbal Balik (Resiprok), yaitu anak telah
mengetahui hubungan sebab-akibat dalam suatu keadaan.
3.
Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu
deretan benda yang ada.
Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula
untuk mengetahui suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut
ditunjukkan. Jadi, pada tahap ini anak telah memiliki struktur kognitif yang
memungkinkannya dapat berfikir untuk melakukan suatu tindakan tanpa ia sendiri
bertindak secara nyata.
Bagaimana anak-anak memperluas tata bahasa mereka dengan
begitu cepat? Sebenarnya mereka
melakukannya dengan pemetaan secara cepat, yang memungkinkan mereka untuk
menyerap arti kata baru setelah mendengarnya sekali atau dua kali dalam
percakapan. Pada basis konteks tersebut, anak-anak tampaknya membentuk
hipotesis yang cepat mengenai arti kata dan menyimpannya dalam ingatan.
Pada usia 5-7 tahun, kemampuan bicara anak-anak menjadi
sangat mirip dengan orang dewasa. Mereka berbicara dalam kalimat yang lebih
panjang dan lebih rumit. Mereka menggunakan lebih banyak kata hubung, kata
depan, dan artikel. Merekaemnggunakan kalimat kompleks dan susunan, dan dapat
menangani semua bagian pembicaraan. Masih lagi, saat anak-anak pada usia ini
berbicara secara lancar, dapat dimengerti dan benar menurut tata bahasa, mereka
harus menguasai beberapa poin bahasa.
Ada dua proses yang memungkinkan perubahan ini,yaitu
Asimilasi dan Akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang
menggabungkan informasi dari lingkungan
kedalam skemata yang ada. Sebaliknya, Akomodasi adalah proses kognitif yang
mengubah skemata yang ada atau membuat skemata yang baru untuk menyesuaikan
dengan lingkungan. Melalui Asimilasi, ana-anak menambahkan informasi baru ke
dalam gambaran mereka tentang dunia, dan melalui Akomodasi, mereka mengubah
gambaran mereka tentang dunia berdasarkan informasi baru.
2. Perkembangan dalam Sikap Emosional
Kemampuan
mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Dalam
proses peniruan, kemampuan orang tua dalam mengndalikan emosinya sangatlah
berpengaruh pada anak.
Pada usia sekolah (khususnya di
kelas-kelas tinggi, kelas 4, kelas 5, dan kelas 6), anak mulai menyadari bahwa
pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima, atau tidak disenangi oleh
orang lain. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk mengendalikan dan
mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperolehnya melalui
peniruan dan latihan (pembiasaan).
Dalam proses peniruan, kemampuan
orang tua atau guru dalam mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh. Apabial
anak dikembangkan di lingkungan keluarga yang suasana emosionalnya stabil, maka
perkembangan emosi anak cenderung stabil atau sehat. Akan tetapi, apabila
kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya kurang stabil atau kurang
kontrol (seperti: marah-marah, mudah mengeluh, kecewa, dan pesimis dalam
menghadapi masalah), maka perkembangan emosi anak, cenderung kurang stabil atau
tidak sehat. Gambaran tentang karateristik emosi anak itu dapat dilihat pada
tabel berikut:
Karateristik Emosi yang Stabil (Sehat)
|
Karateristik
Emosi yang Tidak Stabil (Tidak Sehat)
|
1.Menunjukkan wajah yang ceria.
|
1.Menunjukkan wajah yang murung.
|
2.Mau bergaul dengan teman secara baik.
|
2.Mudah tersinggung
|
3.Bergairah dalam belajar
|
3.Tidak mau bergaul dengan orang lain.
|
4.Dapat berkonsentrasi dalam belajar.
|
4.Suka marah-marah
|
5.Bersikap respek (menghargai) terhadap diri sendiri
dan orang lain.
|
5.Suka mengganggu teman
|
B.
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK pada SEKOLAH
MENENGAH PERTAMA
1.
Perkembangan dalam Sikap Kognitif
Untuk membahas perkembangan
kognitif (berpikir) pada anak saat berada di sekolah menengah pertama
(SMP), dikemukakan pandangan dari Piaget, Vigotksy, dan para ahli psikologi
pemrosesan informasi (information-processing theory).
Arajoo T.V (1986) menyatakan bahwa
aspek kognitif meliputi fungsi intelektual seperti pemahaman, pengetahuan dan
ketrampilan berpikir. Untuk siswa SMP, perkembangan kognitif utama yang dialami
adalah formal operasional, yang mampu berpikir abstrak dengan menggunakan
simbol-simbol tertentu atau mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal yang
tidak terikat lagi oleh objek-objek yang bersifat konkrit, seperti peningkatan
kemampuan analisis, kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua
atau lebih kemungkinan yang ada, kemampuan menarik generalisasi dan inferensasi
dari berbagai kategori objek yang beragam. Selain itu, ada peningkatan fungsi
intelektual, kapabilitas memori dalam bahasa dan perkembangan konseptual.
Dengan kata lain, bahasa merupakan salah satu alat vital untuk kegiatan
kognitif.
Menurut Jean Piaget, perkembangan
kognitif anak pada saat berada di Sekolah Menengah Pertama(SMP), berada pada
tahap “Formal operation stage”, yaitu tahap ke empat atau terakhir dari tahapan
kognitif. Tahapan berpikir formal ini terdiri atas dua subperiode (Broughton
dalam John W.Santrock, 2010:97), yaitu:
a.
Early
formal operation thought, yaitu kemampuan remaja untuk berpikir dengan cara-cara
hipotetik yang menghasilkan pikiran-pikiran sukarela (bebas) tentang berbagai
kemungkinan yang tidak terbatas. Dalam periode awal ini, remaja mempersepsi
dunia sangat bersifat subjektif dan
idealistik.
b.
Late
formal operational thought, yaitu remaja mulai menguji pikirannya berlawanan dengan
pengalamannya, dan mengembalikan keseimbangan intelektualnya. Melalui akomodasi
(penyesuaian terhadap informasi/hal baru), remaja mulai dapat mentesuaikan
terhadap bencana atau kondisi pancaroba yang telah dialalminya.
Keating
merumuskan lima pokok yang berkaitan dengan perkembangan berpikir operasi
formal, yaitu sebagai berikut :
- Berlainan
dengan cara berpikir anak-anak yang tekanannya kepada kesadarannya
sendiri disini dan sekarang, cara berpikir remaja berkaitan erat dengan
dunia kemungkinan. Remaja mampu menggunakan abstraksi dan dapat
membedakan yang nyata dan konkret dengan abstrak dan mungkin.
- Melalui
kemampuannya untuk menguji hipotesis, muncul kemampuan nalar secara
ilmiah.
- Remaja
dapat memikirkan tentang masa depan dengan membuat perencanaan dan
mengekplorasi berbagai kemungkinan untuk mencapainya.
- Remaja
menyadari tentang aktivitas kognitif dan mekanisme yang membuat proses
kognitif itu efisien dan tidak efisien. Dengan
demikian, introspeksi (pengujian diri) menjadi bagian kehidupannya
sehari-hari.
- Berpikir
operasi formal memungkinkan terbukanya topik-topik baru dan ekspansi
berpikir.
2.
Perkembangan dalam sikap Emosional
Masa remaja
merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi.
Pertumbuhan fisik, terutama ogran seksual mempengaruhi perkembangan emosi dan
dorongan baru yang dialami sebelumnya seperti perasaan cinta. Pada usia remaja
awal, perkembanga emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang
sangat kuat terhadap berbagai peristiwa, emosinya bersifat negatif dan
tempramental. Sedangkan remaja akhir sudah mampu mengendalikan emosinya.
Mencapai kematang emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi
remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional
lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya
Meskipun pada usia remaja kemampuan kognitifnya telah berkembang dengan
baik, yang memungkinkannya untuk dapat mengatasi stres atau fluktuasi emosi
secara efektif, tetrapi ternyata masih banyak remaja yang belum mampu mengelola
emosinya, sehingga mereka banyak mengalami depresi, marah-marah, dan kurang
mampu meregulasi emosi. Kondisi ini dapat memicu masalah, seperti kesulitan
belajar, penyalahgunaan obat, dan perilaku menyimpang. Dalam suatu
penelitian dikemukakan bahwa regulasi
emosi sangat penting bagi keberhasilan akademik. Remaja yang sering mengalami
emosi yang negarif cenderung memiliki prestasi belajar yang rendah.
C.
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK pada SEKOLAH MENENGAH ATAS
1.
Perkembangan dalam Sikap Kognitif
Kemampuan kognitif terus berkembang selama masa SMA.
Akan tetapi, bagaimanapun tidak semua perubahan kognitif pada masa SMA
tersebut mengarah pada peningkatan potensi. Kadang-kadang beberapa kemampuan
kognitif mengalami kemerosotan seiring dengan pertambahan usia. Meskipun
demikian sejumlah ahli percaya bahwa kemunduran keterampilan kognitif yang terjadi
terutama pada masa SMA akhir dapat ditingkatkan kembali melalui serangkaian
pelatihan.
Perkembangan kognitif pada fase usia
dewasa awal, dikemukakan oleh Schaie (1997) bahwa tahap-tahap kognitif Piaget menggambarkan peningkatan efisiensi
dalam perolehan informasi yang baru. Sebagai contoh, pada masa dewasa awal
terdapat perubahan dari mencari pengetahuan menuju menerapkan pengetahuan,
menerapkan apa yang sudah diketahui, khususnya dalam hal penentuan karier dan
mempersiapkan diri untuk menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga.
2.Perkembangan
dalam Sikap Emosional
Pada masa ini, tingkat karateristik
emosional akan menjadi drastis tingkat kecepatannya. Gejala-gejala emosional
para remaja seperti perasaan sayang, marah, takut, bangga dan rasa malu, cinta
dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan
baik. Sebagai calon pendidik dan pendidik kita harus mengetahui setiap aspek
yang berhubungan dengan perubahan pola tingkah laku dalam perkembangan remaja,
serta memahami aspek atau gejala tersebut sehingga kita bisa melakukan
komunikasi yang baik dengan remaja. Perkembangan pada masa SMA (remaja)
merupakan suatu titik yang mengarah pada proses dalam mencapai kedewasaan.
Meskipun sifat kanak-kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja karena
pengaruh didikan orang tua.
Perkembangan
Peserta Didik Periode Sekolah Menengah Atas (SMA)
Psikolog memandang anak usia SMA sebagai individu yang berada pada tahap yang
tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan individu. Ketidakjelasan ini
karena mereka berada pada periode transisi, yaitu dari periode kanak-kanak
menuju periode orang dewasa. Pada masa tersebut mereka melalui masa yang
disebut masa remaja atau pubertas. Umumnya mereka tidak mau dikatakan sebagai
anak-anak tapi jika mereka disebut sebagai orang dewasa, mereka secara riil
belum siap menyandang predikat sebagai orang dewasa.
Ada perubahan-perubahan yang bersifat universal pada masa remaja, yaitu
meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik
dan psikis, perubahan tubuh, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh
kelompok sosial tertentu untuk dimainkannya yang kemudian menimbulkan masalah,
berubahnya minat, perilaku, dan nilai-nilai, bersikap mendua (ambivalen)
terhadap perubahan.
Perubahan-perubahan tersebut akhirnya berdampak pada perkembangan fisik,
kognitif, afektif, dan juga psikomotorik mereka.